Artikel

KEDELAI LANGKA, INDONESIA HARUS APA?

soybeans-gd8ecd41d7_1920
Artikel / Pertanian

KEDELAI LANGKA, INDONESIA HARUS APA?

Indonesia merupakan negara yang paling banyak mengimpor kedelai dari Amerika Serikat, disusul Kanada, Malaysia, hingga Perancis. Dengan mengimpor tentu harganya akan bergantung pada pasar global yang seringkali fluktuatif. Data Kementerian Pertanian menyebutkan sekitar 86,4% kebutuhan kedelai di dalam negeri berasal dari impor. Hingga 2020, BPS mencatat impor kedelai sebesar 2,48 juta ton dengan nilai mencapai US$ 1 miliar.

Ada beberapa hal yang menyebabkan Indonesia harus mengimpor kedelai. Pertama, produksi dalam negeri yang rendah. Bahkan dalam satu dekade terakhir, produksi kedelai nasional cenderung turun dari 907 ribu ton pada 2010 menjadi 424,2 ribu ton pada 2019. Salah satu penyebabnya adalah luas lahan panen yang terus menyusut dari 660,8 ribu ha pada 2010 menjadi 285,3 ribu ha pada 2019. Hal ini juga dipengaruhi perubahan fungsi lahan ke sektor non-pertanian.

Produktivitas kedelai lokal yang rendah juga dipengaruhi oleh iklim di Indonesia. Kedelai sebenarnya merupakan tanaman subtropis. Tanaman ini mendapatkan suhu harian dan musiman yang lebih beragam dari daerah tropis, sehingga pertumbuhan di daerah tropis yang hanya memiliki dua musim seperti Indonesia menjadi tidak maksimal. Iklim adalah salah satu faktor yang memengaruhi tingkat produktivitas.

Usaha produksi kedelai di Indonesia juga harus menyesuaikan dengan pola dan rotasi tanam. Hal ini karena petani belum menilai kedelai sebagai tanaman utama. Kedelai masih diposisikan sebagai tanaman penyelang atau selingan setelah tanaman utama padi, jagung, tebu, tembakau, bawang merah atau tanaman lainnya.

Foto: pixabay.com

Kedua, kurang berminatnya produsen tempe dan tahu terhadap kedelai lokal. Menurut Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifudin, kualitas kedelai lokal di bawah produk impor. Dari satu kilogram kedelai impor dapat mengembang menjadi 1,6-1,8 kg ketika dimasak. Sementara, satu kilogram kedelai lokal hanya dapat mengembang menjadi 1,4-1,5 kg.

Kedelai lokal sebenarnya punya kelebihan, yaitu non-genetically modified organism, artinya lebih natural, tidak ada kandungan transgenik. Transgenik ini ada proses campur tangan manusia dan tambahan zat-zat lain, sehingga produksi suatu komoditas bisa lebih baik. Namun, hal ini jadi membuat kedelai lokal punya kelemahannya, yaitu ukuran yang biasanya kecil, kulit ari sulit dibersihkan, dan proses peragian memakan waktu lebih lama. Kata pedagang pun, kedelai impor karena ukurannya lebih besar, bisa menghasilkan jumlah tempe dan tahu lebih banyak dibandingkan kalau pakai kedelai lokal.

Ketiga, petani menganggap budi daya kedelai tidak menguntungkan. Berdasarkan data BPS, harga produksi kedelai di tingkat petani rata-rata sebesar Rp 8.248 per kg. Namun, ketika dijual ke konsumen hanya sekitar Rp 10.415 per kg. Artinya, keuntungan yang diterima petani dinilai terlalu rendah dengan masa tanam berkisar tiga sampai empat bulan.

Kelangkaan kedelai saat ini salah satunya disebabkan oleh kebijakan pemerintah Cina soal ternak babi. Pemerintah Cina mengeluarkan kebijakan baru mengenai pakan ternak babi. Sebelumnya, tidak ada aturan konkrit soal pakan tersebut. Namun, restrukturisasi yang dilakukan pemerintah Cina menyebabkan para peternak harus menggunakan kedelai sebagai pakan ternaknya. Hal tersebut mendorong Cina untuk meningkatkan pembelian kedelai di pasar internasional. Maka dari itu, komoditas yang dibeli Cina sebagian besar berasal dari pasokan untuk musim panen tahun ini.

Kelangkaan kedelai di Indonesia saat ini dapat diatasi salah satunya dengan cara menyediakan benih kedelai unggul untuk petani kedelai. Saat ini, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah berkontribusi dalam penyediaan benih unggul kedelai. Hingga saat ini, BATAN telah menghasilkan 14 varietas unggul benih kedelai yang sebagian besar telah diperkenalkan kepada para petani melalui program pendayagunaan hasil litbang iptek nuklir yang bekerja sama dengan pemerintah daerah dan perguruan tinggi.

Peningkatan produksi kedelai tidak hanya ditentukan oleh jenis varietasnya saja, tetapi dipengaruhi oleh faktor lain seperti teknik budi daya, ketersediaan lahan, dan harga kedelai di tingkat petani. Harapannya ada kebijakan dari pemerintah yang memberikan pelatihan kepada petani terkait teknik budi daya benih kedelai unggul tersebut, adanya ketersediaan lahan, dan keterjaminan harga kedelai di tingkat petani agar produktivitas kedelai secara nasional benar-benar dapat meningkat.

Penulis: Exciyona Adistika | Editor: Exciyona Adistika

Tanya Pakar

powered by Advanced iFrame. Get the Pro version on CodeCanyon.

X