POTENSI HAMA ULAT GRAYAK BAGI TANAMAN PORANG
POTENSI HAMA ULAT GRAYAK BAGI TANAMAN PORANG
Akhir-akhir ini, tanaman porang telah menjadi primadona di kalangan banyak orang, terutama setelah menjadi sorotan dalam media massa cetak, media elektronik, dan media sosial yang membahas kisah sukses petani yang menanamnya. Meskipun harganya mengalami ketidakstabilan, komoditas ini tetap menjadi sumber ekspor yang potensial bagi negara kita.
Indonesia memiliki ragam tanaman yang mirip dengan porang, salah satunya adalah tanaman suweg. Perbedaan ciri yang dapat dengan jelas dikenali adalah kemunculan umbi katak (bulbil); tanaman suweg tidak memiliki umbi daun ini, sementara tanaman porang memiliki. Selain itu, perbedaan lain yang dapat dilihat adalah warna umbi dan bentuk daun. Perbedaan ini wajar mengingat porang dan suweg termasuk dalam satu marga (genus), yaitu Amorphophallus. Sebuah contoh lain dari tanaman dalam marga yang sama tetapi lebih dikenal adalah bunga bangkai, Amorphophallus titanum Becc (BRIN 2021).
Sebagai komoditas ekspor favorit, selain menerapkan praktik kultur teknis yang baik, petani porang juga perlu waspada terhadap serangan hama, seperti ulat. Dalam konteks ini, penulis ingin berbagi pengalaman mengenai serangan ulat grayak, atau yang dikenal secara internasional sebagai Army Worm, yang memiliki nama ilmiah Spodoptera litura atau disingkat SL.
Berdasarkan pengamatan penulis, serangan ulat ini dapat menyebabkan kerusakan serius pada daun. Daun yang menjadi tempat meletakkan telur dan penetasan larva pada awal serangan mengalami kerusakan yang signifikan (Gambar 1). Seperti yang sudah umum diketahui, daun berperan sebagai dapur bagi pertumbuhan setiap tanaman. Kerusakan pada daun dapat menghambat proses fotosintesis dan pada akhirnya merugikan hasil panen, termasuk umbi dan bahkan umbi daun atau “katak”.
Menurut Tengkano dan Suharsono (2005) selaku peneliti proteksi tanaman dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, kerusakan daun sebesar 12,5 persen dapat menyebabkan kerugian ekonomi setara dengan biaya dua kali aplikasi insektisida. Di sisi lain, kehilangan luas daun pada tanaman kedelai sebesar 50 persen dapat mengakibatkan pengurangan hasil panen sebanyak 17,3 persen.
Berdasarkan pengamatan penulis, ulat grayak memiliki potensi menjadi hama serius bagi tanaman porang dengan setidaknya dua alasan sebagai berikut.
- Kisaran tanaman inang ulat ini sangat luas dan telah menjadi hama penting sebelum tanaman porang dibudidayakan secara luas di tanah air. Banyak jenis tanaman hortikultura seperti kedelai (Simamora, 2020), brokoli, kenikir, kemangi, tembakau (Setiowati, 1995), kubis, kacang tunggak (Xue, et al. 2009), kangkung, ubi jalar (Aeny, 1985), dan jagung (Hashmi, 2023). Tidak hanya pada tanaman budi daya, ulat ini bahkan mampu hidup pada gulma (Esa, 1990), tanaman pagar seperti kastor atau jarak (Deepak, et al. 2020), tanaman keras seperti akasia, Acacia mangium (Sitorus, 2020), tanaman sawit, dan tanaman penutup tanah, kacang-kacangan (Nurhajijah, 2017).
Tidak hanya di Indonesia, ulat grayak juga dapat hidup di berbagai tanaman di negara lain seperti Pakistan. Ahmad Munir (2015), seorang peneliti dari Arid Agriculture University, dalam penelitiannya selama 3 tahun menemukan sebanyak 27 jenis tanaman dari 25 genus dan 14 famili dapat menjadi tanaman inang ulat grayak, S. litura. Jenis tanaman tersebut meliputi tanaman budi daya, sayuran, gulma, buah-buahan, dan tanaman hias. - Tanaman porang menjadi salah satu tanaman yang sangat disukai oleh ulat grayak. Dalam waktu satu bulan, dua kelompok ulat grayak berbeda ditemui di dalam tanaman yang sama. Kelompok pertama ditemukan saat larva sudah memasuki instar 2 dan 3, sedangkan kelompok kedua ditemukan saat ulat berada pada instar pertama, atau satu hari setelah menetas (Gambar 2 dan 3).
Pengendalian Hama Ulat Grayak
Para peneliti telah mempublikasikan berbagai jenis pengendalian yang populer dan dapat diterapkan untuk mengatasi serangan ulat grayak. Berikut adalah beberapa contoh sebagai berikut.
- Pemanfaatan Cendawan Patogen
- Beauveria bassiana (Afzal 2021)
- Metarhizium anisopliae
- Nomuraea rileyi
- Lecanicillium lecanii (Uge et al. 2021)
- Patogen dari kelompok bakteri dan virus seperti Borrelinavirus litura dan Bacillus thuringiensis (Uge et al. 2021), Sl-NPV atau S. litura Nuclear Polyhedrosis Virus (Tengkano dan Suharsono 2005).
- Pemanfaatan Serangga Musuh Alami Golongan Predator
Tingkat keefektifan musuh alami tersebut menurut Uge et al. (2021) sangat bervariasi, mencapai 13% untuk parasitoid dan bahkan mencapai 100% untuk virus. Adapun jenis serangga musuh alami dari golongan predator sebagai berikut.- Laba-laba Oxyopes javanus Thorell
- Lycosa pseudoannulata
- Kumbang Paederus fuscipes
- Kepik Rhinocoris sp., Andralus sp., Coranus sp.
- Tawon Vespidae
- Semut Solenopsis geminate (Tengkano dan Suharsono 2005)
- Forficula auricularia (Uge et al. 2021)
- Musuh alami dari kelompok serangga parasitoid seperti tabuhan braconidae, Snellenius manilae, Megoselia scalaris, Peribaea orbata, dan Telenomus sp. (Tengkano dan Suharsono 2005).
- Penggunaan Perangkap
Berikut cara-cara yang pernah berhasil diterapkan di Taiwan saat terjadi ledakan populasi ulat grayak, sebagaimana diungkapkan oleh Ming-Yao Chiang, peneliti dari Institut Penelitian Pertanian Taiwan (TARI).- Feromon
- Lem perekat (sticky trap)
- Lampu (light trap)
- Pengendalian menggunakan insektisida kimia maupun non-kimia.
Penulis: Heri Sunarko | Editor: Nurma Wibi Earthany