Artikel

HATI-HATI, RACUN TIKUS JUGA BAHAYA BAGI MANUSIA

Heri-Sunarko-IPB-DIGITANI-Tani-Nelayan-Center-IPB-University-HATI-HATI-RACUN-TIKUS-JUGA-BAHAYA-BAGI-MANUSIA-Nurma-Wibi-Earthany-2-1
Artikel / Hama dan Penyakit Tanaman / Pertanian

HATI-HATI, RACUN TIKUS JUGA BAHAYA BAGI MANUSIA

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menakut-nakuti atau sedang mengajari penyalahgunaan racun tikus (rodentisida). Ini sekadar mengingatkan dan berbagi pengetahuan, agar kita selalu berhati-hati dan bijak memanfaatkan racun. Bukan berarti pestisida lain, seperti racun serangga (insektisida), racun jamur atau cendawan (fungisida), racun gulma (herbisida), dan lain sebagainya tidak berbahaya bagi kita.

Secara prinsip, semua pestisida dengan kadar dan pengaruh berbeda-beda, juga berbahaya. Namun, rodentisida lebih berbahaya bagi manusia, karena antara tikus dan manusia memiliki kekerabatan yang lebih erat dibandingkan dengan organisme (makhluk hidup) seperti cendawan, bakteri, virus, dan sejenisnya. Tikus dan manusia sama-sama termasuk dalam golongan mamalia.

Tikus-tikus Mati di Sekitar Tanaman Kelapa Sawit Akibat Memakan Rodentisida Brodifakum (Foto: Sunarko, H.)

Menurut National Pesticides Information Center (NPIC), sebuah organisasi penyedia informasi tentang pestisida yang didanai oleh EPA Amerika Serikat, setidaknya ada 10 jenis bahan aktif yang digunakan sebagai rodentisida. Dari 10 jenis bahan aktif rodentisida tersebut, hampir semuanya termasuk sangat beracun (highly toxic) jika tertelan, 8 jenis termasuk sangat beracun jika terhirup, 5 jenis termasuk sangat beracun jika terkena kulit, dapat menyebabkan iritasi mata ringan hingga berat, dan iritasi kulit dengan kadar lebih ringan.

Burung Hantu Mati Akibat Memangsa Tikus Yang Telah Mengandung Rodentisida Brodifakum (Foto: Sunarko, H.)

Tidak hanya berbahaya bagi manusia, rodentisida juga berbahaya bagi organisme lain. Masih menurut NPIC, 5 dari 10 jenis bahan aktif itu termasuk berisiko tinggi terhadap mamalia. Bahan aktif itu antara lain, Chlorophacinone, Diphacinone, Bromadiolone, Difethialone, dan Brodifacum. Empat bahan aktif yang disebutkan terakhir memiliki risiko menengah hingga berat terhadap burung. Berdasarkan pengalaman penulis selama melakukan pengendalian hama tikus pada tanaman kelapa sawit di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat pada tahun 2011, Brodifacum terbukti secara nyata banyak menyebabkan kematian tidak hanya pada tikus target (Gambar 1), tetapi juga burung hantu (Gambar 2), burung gagak (Gambar 3), hingga hewan mamalia. Sementara itu, kebun-kebun yang dikendalikan dengan menggunakan rodentisida berbahan aktif mikroorganisme (biorodentisida) terbukti lebih aman.

Burung Gagak (Non Target), Mati Akibat Memangsa Tikus Yang Telah Mengandung Rodentisida Brodifakum (Foto: Sunarko, H.)

Saat ini, sebagian besar bahan aktif rodentisida telah dilarang penggunaannya (prohibited) atau setidaknya telah diberi status sangat terbatas (highly restricted) oleh banyak organisasi atau lembaga sertifikasi internasional. Sebagai contoh, brodifakum yang dimasukkan dalam kategori 1A (sangat beracun) oleh WHO, telah dinyatakan terlarang oleh 6 dari 11 anggota organisasi koalisi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) internasional, anggota lainnya memberlakukan pelarangan berstahap dan menggolongkannya sebagai bahan aktif yang sangat terbatas. Demikian juga bahan aktif bromadiolone, koumatetralil, zinc phosphide, dll.

Lalu, apakah terdapat cara lain untuk mengendalikan tikus?

Alternatif Pengendalian

Pengendalian secara alamiah dengan memanfaatkan musuh alami, yaitu burung hantu jenis Tyto alba, telah banyak dipraktekkan dan terbukti efektif dalam mengendalikan serangan tikus. Hal ini didasarkan pada pengalaman praktis penulis selama bekerja di perkebunan sawit dan hasil studi banding di Desa Tlogoweru, Demak.

Banyak penelitian yang telah membuktikan keefektifan burung hantu. Beberapa daerah yang telah memanfaatkan burung hantu sebagai pengendali alamiah antaranya di Jember (Nur, 2023), Demak (Putri, 2023), dan Kendal (Astuti, 2004).

Keuntungan pemanfaatan burung hantu antara lain adalah pengurangan biaya pengendalian hingga 60 persen, mudah diaplikasikan tanpa mencemari lingkungan (Damayanti, 2009), dan efektif mengendalikan tikus hingga 70 persen (Sukmawati et al., 2017).

Beberapa teknik pengendalian, selain pemanfaatan burung predator, juga bisa dipilih dan diaplikasikan sesuai kebutuhan, antara lain sebagai berikut.

  1. Perangkap konvensional, seperti perangkap dengan bentuk pintu bubu (Darmawansyah, 2008) dan beberapa pilihan umpan seperti ikan asin, kelapa bakar, atau ubi jalar. Efektivitas umpan ini pernah diteliti oleh Siregar (2017) untuk pemerangkapan di sekitar rumah. Sedangkan untuk pemerangkapan tikus di habitat luar rumah, ubi jalar dan kelapa bakar lebih disukai oleh tikus (Mulyana, 2017).
  2. Gropyokan secara konvensional atau dengan bantuan fumigan (pengasapan) berbahan sulfur (pengemposan belerang). Sitepu (2008) di dalam penelitiannya pernah membandingkan mercon belerang dengan kemposan. Menurutnya, mercon belerang dapat menyebabkan kematian yang lebih cepat dibandingkan pengemposan.
  3. Memanfaatkan racun dari tanaman (rodentisida botani), seperti umbi gadung. Ini pernah diteliti oleh Priyambodo dan Murjani (2013).
  4. Pemanfaatan rodentisida biologis, Sarcocystis singaporensis (protozoa). Produk-produk komersial rodentisida ini memang lebih sulit dijumpai di pasaran jika dibandingkan dengan rodentisida kimia. Berdasarkan pengalaman penulis, rodentisida ini lebih aman pada binatang bukan sasaran, meskipun daya bunuhnya lebih lamban. Potensi dan keefektifan mikroba ini telah diuji oleh banyak peneliti, diantaranya adalah Tobing et al. (2009) dan Muchrodji (2006).
  5. Pengendalian secara kultur teknis (teknik budi daya), dengan cara menjaga sanitasi kebun, sawah, ladang, dan mengatur jarak tanam.
  6. Penggunaan bahan-bahan pengusir tikus, seperti cabe rawit merah, bawang putih, dan merica (Safitri 2006), atau bahan-bahan kimia yang sudah familier digunakan dalam rumah tangga seperti karbol dan kamper atau kapur barus (Ningsih 2020).
  7. Penggunaan gelombang suara untuk menarik tikus pada perangkap (Anggara 2015). Cara ini lebih rumit bagi petani dan kurang praktis karena memerlukan serangkaian alat elektronik.

Sumber:

  • Anggara AW. 2015. Vokalisasi tikus sawah (Rattus argentiventer) pada rentang suara terdengar sebagai dasar perakitan teknologi pengendalian [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB). 
  • Astuti KR. Mangoendihardjo S. Wagiman FX. Djuwantoko D. 2004. Tipe hunian dan jenis mangsa burung serak Tyto alba javanica pada ekosistem persawahan. JPTI. [diakses 19 Juni 2023]; 10(02): 97-105. https://jurnal.ugm.ac.id/jpti/article/ view/12121/8892 
  • Darmawansyah. 2008. Rancang Bangun Perangkap untuk Pengendalian Tikus Rumah (Ratus rattus diardii Linn.) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB) 
  • Muchrodji, Santosa Y, Mustari AH. 2006. Prospect of Sarcocystis singaporensis for the Biological Control of Rice Field Rats (Rattus argentiventer) Population. Media Konservasi. XI: 2 (52 – 58). 
  • Mulyana AN. 2017. Keberhasilan Pemerangkapan Tikus dengan Tiga Jenis Umpan pada Habitat Luar Rumah di Dramaga, Bogor [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB). 
  • Ningsih NR. 2020. Pengujian efektivitas repelen nabati dan kimia terhadap tikus rumah (Rattus rattus diardii Jentink) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB). 
  • [NPIC] National Pesticide Information Center.2023. Rodenticides Topic Fact Sheet [diakses 16 Juni 2023]. http://npic.orst.edu/factsheets/rodenticides.html 
  • Siregar FS. 2017. Keberhasilan Pemerangkapan Tikus dengan Tiga Jenis Umpan pada Habitat Rumah di Dramaga, Bogor [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB).  
  • Sukmawati NMS, Siti NW, Candraasih KNN. 2017. Pengembangan burung hantu (Tyto alba) sebagai pengendali hama tikus di Desa Babahan dan Senganan, Penebel, Tabanan, Bali. BULETIN UDAYANA MENGABDI. [diakses 19 Juni 2023]; 16 (1): 92-98. https://ojs.unud. ac.id/index.php/jum/article/view/36739/22246 

Penulis: Heri Sunarko | Editor: Nurma Wibi Earthany

Tanya Pakar

powered by Advanced iFrame. Get the Pro version on CodeCanyon.

X