Artikel

INOVASI VARIETAS GALUR TOLERAN BESI GENERASI F8 DARI PERSILANGAN “IR64 x HAWARA BUNAR” DAN PROSPEK PENGEMBANGAN DENGAN VARIETAS LOKAL SIAM SABA

INOVASI VARIETAS GALUR TOLERAN BESI GENERASI F8 DARI PERSILANGAN IR64 X HAWARA BUNAR DAN PROSPEK PENGEMBANGAN DENGAN VARIETAS LOKAL SIAM SABA - IPB DIGITANI - TANI DAN NELAYAN CENTER IPB UNIVERSITY
Agribisnis / Artikel

INOVASI VARIETAS GALUR TOLERAN BESI GENERASI F8 DARI PERSILANGAN “IR64 x HAWARA BUNAR” DAN PROSPEK PENGEMBANGAN DENGAN VARIETAS LOKAL SIAM SABA

Produksi padi terus dikembangkan, namun membutuhkan lahan yang semakin besar karena konsumsi beras meningkat setiap tahun. Sayangnya, ketersediaan lahan untuk menanam padi semakin terbatas. Oleh karena itu, salah satu alternatif lahan yang dapat digunakan adalah lahan pasang surut.

Lahan pasang surut dapat dibagi menjadi empat tipe berdasarkan pola genangan, yaitu tipe A (tergenang saat pasang besar dan kecil), tipe B (tergenang saat pasang besar), tipe C (tidak tergenang tetapi kedalaman air tanah kurang dari 50 centimeter saat pasang), dan tipe D (tidak tergenang tetapi kedalaman air tanah lebih dari 50 centimeter saat pasang).

Lahan tipe C dan D memiliki potensi besar untuk dijadikan lahan pertanian baru. Karakteristik lahan pasang surut, seperti lapisan tanah aluvial, tingginya kandungan pirit (Fe2S), dan kadar garam yang tinggi, perlu diperhatikan.

Pirit, yang bereaksi dengan oksigen (O2) dan air (H2O), mengalami oksidasi menghasilkan ion Fe2+ + H2SO4, dan ion H+. Reaksi ini menyebabkan tanah memiliki tingkat besi yang tinggi dan bersifat asam.

Serapan besi berlebihan dapat meningkatkan aktivitas enzim polifenol oksidase, mengakibatkan produksi polifenol teroksidasi tinggi yang menyebabkan bronzing pada daun. Fenomena bronzing ini kemudian dapat menyebabkan berkurangnya rendemen dari padi atau kegagalan hasil panen.

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengembangkan varietas padi yang memiliki ketahanan terhadap lahan dengan konsentrasi besi tinggi dan juga mampu bertahan pada kondisi tanah yang bersifat asam. Upaya tersebut pernah dilakukan dengan menggabungkan varietas padi IR64, yang memiliki karakter potensi hasil tinggi, kualitas dan rasa beras yang baik, serta penampilan yang memadai. Namun, padi varietas ini rentan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain IV dan hawar daun jingga.

Varietas lain yang dihasilkan dari silangan adalah varietas Hawara Bunar, yang memiliki sifat tahan terhadap tanah masam, kekeringan, dan penyakit blas. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan varietas padi yang tahan terhadap tanah dengan konsentrasi besi tinggi, sekaligus memiliki produktivitas yang tinggi.

Penelitian sebelumnya pada tahun 2015 menunjukkan bahwa varietas gabungan ini tidak menghasilkan galur-galur yang sangat toleran (skor bronzing 1) pada rentang konsentrasi besi 1000 ppm. Dalam penelitian ini, ditemukan dua galur yang menunjukkan potensi tertinggi, yaitu IRH108 dan IRH195.

Varietas IRH108 dan IRH195 memiliki skor bronzing masing-masing 3 dan 5. Skor 3 dan 5 mengindikasikan bahwa persentase bronzing pada masing-masing varietas adalah 10 persen hingga 29 persen dan 30 persen hingga 49 persen.

Dibandingkan dengan varietas Indragiri sebagai referensi, varietas IRH108 dan IRH195 memiliki malai yang lebih panjang. Umur panen keduanya juga lebih cepat dibandingkan dengan induknya, Hawara Bunar, sekitar 103 sampai 105 hari. Kedua varietas ini menunjukkan produksi yang layak, yaitu sekitar 4,50 ton per hektar, dan daya tahan penyakit yang baik, seperti yang dilaporkan oleh Kolaka et al. pada tahun 2015.

Menurut jurnal BIO Web of Conferences, varietas IRH108 dan IRH195 dapat disilangkan dengan varietas lokal Siam Saba, sebuah varietas padi rawa asal Kalimantan Selatan. Siam Saba memiliki waktu panen yang relatif lama, yakni 240 hari.

Persilangan antara varietas Siam Saba dan IRH108 serta IRH195 berpotensi menghasilkan varietas baru dengan waktu panen yang lebih singkat namun dengan tingkat ketahanan besi yang tinggi. Perlu dicatat bahwa Siam Saba memiliki kelemahan pada batangnya yang kurang kuat menahan bobot bulir sehingga mudah patah, meskipun memiliki tekstur nasi yang baik.

Sementara itu, tekstur nasi dari varietas IRH108 dan IRH195 belum diketahui. IRH108 dan IRH195 terbukti tahan terhadap penyakit, sedangkan Siam Saba kurang tahan. Selain itu, bobot 1000 butir dari IRH108 dan IRH195 lebih berat dibandingkan dengan Siam Saba. Jumlah anakan pada IRH108 dan IRH195 sekitar 13, sedangkan Siam Saba sekitar 18. Jumlah ini sesuai dengan preferensi petani, yakni sekitar 12 sampai 16, mengingat terlalu banyaknya anakan dapat meningkatkan risiko penyakit, sedangkan terlalu sedikit dapat mengurangi rendemen padi.

Produksi beras antara IRH108, IRH195, dan Siam Saba relatif sama, berkisar antara 4,50 hingga 5,50 ton per hektar. Oleh karena itu, varietas IRH108 dan IRH195 memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut dan disilangkan dengan varietas lokal guna meningkatkan kualitas dari varietas lokal tersebut.

Sifat-sifat dari IRH108 dan IRH195, seperti ketahanan terhadap konsentrasi besi, penyakit, bobot 1000 butir, jumlah anakan, dan umur panen yang lebih singkat, dapat berkontribusi dalam meningkatkan mutu varietas lokal, khususnya Siam Saba.

Tim Penulis: Elsa Nopiyanti ; Hidayati Nufus ; Michael Sardo Nababan ; Muhammad Hafidz Asshidiq ; Naufal Iqbal ; Rima Melati Aprilia Salim | Editor: Nurma Wibi Earthany

Tanya Pakar

X