GULMA BANDOTAN: STRATEGI PENGGUNAAN BIOPESTISIDA UNTUK PENGENDALIAN HAMA TANAMAN
GULMA BANDOTAN: STRATEGI PENGGUNAAN BIOPESTISIDA UNTUK PENGENDALIAN HAMA TANAMAN
Indonesia memiliki berbagai macam tanaman, salah satunya adalah talas (Colocasia esculenta L. Schott). Talas menjadi komoditas utama di beberapa daerah di Bogor.
Talas Jepang, dengan nilai ekonomi dan kandungan gizi yang tinggi, memiliki potensi besar untuk dikembangkan oleh petani. Tanaman ini mengandung karbohidrat, lemak, vitamin, dan serat.
Talas dapat tumbuh baik di berbagai jenis tanah dan kondisi lahan, termasuk lahan becek maupun kering. Meskipun demikian, petani talas seringkali menghadapi masalah serius, terutama serangan hama, seperti ulat grayak (Spodoptera sp), yang dapat merusak tanaman dan mengurangi hasil panen.
Kerusakan yang diakibatkan oleh ulat grayak ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi petani. Dalam situasi yang parah, kehilangan hasil panen dapat mencapai 50 persen atau lebih (Natikar dan Balikai, 2015).
Gangguan lain yang sering muncul di lahan tanaman talas adalah gulma bandotan (Ageratum conyzoides). Gulma merupakan tumbuhan yang muncul secara alami dan tumbuh di tempat yang tidak diinginkan, sehingga menjadi salah satu permasalahan utama di bidang pertanian, terutama bagi para petani talas.
Keberadaan gulma di area pertanian dapat mengakibatkan kerugian baik dari segi kuantitas maupun kualitas hasil produksi (Hasniah, et al., 2015). Hal ini terjadi karena adanya persaingan antara gulma dan tanaman dalam memperebutkan air tanah, cahaya matahari, unsur hara, dan ruang tumbuh, yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman budidaya. Keberadaan gulma dapat mengakibatkan penurunan hasil panen tanaman budidaya sekitar 20 sampai 80 persen (Utami, 2004).
Pengendalian hama yang umum dilakukan oleh petani saat ini melibatkan penggunaan pestisida sintetik, yang dapat menimbulkan beberapa masalah terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Sebagai alternatif, dapat dilakukan pendekatan menggunakan ekstrak gulma bandotan (Ageratum conyzoides) sebagai biopestisida alami.
Berdasarkan sejumlah penelitian, gulma bandotan dikenal sebagai salah satu tanaman liar yang tumbuh di sekitar tanaman talas. Meskipun sering dianggap sebagai gulma pengganggu oleh petani, penelitian telah mengungkapkan bahwa tanaman ini memiliki potensi sebagai biopestisida dalam pengendalian hama ulat grayak pada tanaman talas. Senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam bandotan menjadi kunci perannya sebagai pestisida alami.
Beberapa senyawa yang ditemukan dalam gulma bandotan, dan diyakini dapat mengendalikan hama, meliputi alkaloid, terpenoid, flavonoid, kumarin, dan senyawa lain yang memberikan efek penolak, antimakan, larvasida, ovisidal, serta toksik pada berbagai jenis hama (Rumape, et al., 2023).
Senyawa aktif yang dimiliki oleh bandotan ini dapat menyebabkan hama menolak untuk makan dan mengganggu perkembangan telur menjadi pupa, serta membuat hama betina sulit untuk bereproduksi. Senyawa alkaloid pirolizidin (PA) yang terdapat dalam tanaman bandotan memiliki kemampuan untuk mengganggu fungsi normal sistem saraf serangga, yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian (Paul, et al., 2022).
Penerapan pestisida berbahan dasar gulma bandotan ini telah diuji coba berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rioba & Stevenson pada tahun 2017. A. conyzoides memiliki metabolit sekunder yang berhasil diidentifikasi, antara lain Conyzorigum, Precocene I & II, Chromenes, Ageratocromene, dan β-caryophylene.
Selain pirolizidin (PA), metabolit lain yang memiliki efek antihama pada tanaman ini adalah kandungan kumarin dan hidrogen sianida yang membuat hewan pengerat seperti tikus, tupai, dan kelinci enggan mengonsumsi tanaman bandotan.
Pemanfaatan bandotan sebagai biopestisida dalam pengendalian hama ulat grayak pada tanaman talas memiliki beberapa keunggulan. Gulma bandotan mudah ditemukan di sekitar tanaman talas dan dapat diambil dengan biaya yang sangat rendah, menjadikannya alternatif ekonomis bagi petani.
Penggunaan bandotan tidak akan meninggalkan residu berbahaya pada tanaman talas, berbeda dengan pestisida kimia yang dapat meninggalkan residu berbahaya pada tanaman dan umbi talas. Penggunaan bandotan lebih aman untuk kesehatan manusia yang mengonsumsi tanaman talas dibandingkan dengan pestisida kimia. Selain itu, penggunaan biopestisida alami seperti bandotan dapat membantu mengurangi dampak negatif yang terkait dengan penggunaan pestisida kimia.
Pestisida kimia sering mencemari tanah dan air serta dapat merusak ekosistem yang lebih luas, sementara bandotan merupakan solusi yang lebih ramah lingkungan. Penggunaan pestisida berbahan dasar bandotan juga lebih ekonomis dibandingkan dengan pestisida kimia, terutama dengan mengubah tanaman bandotan menjadi semacam mulsa yang disebar di sekitar lahan pertanian.
Pemanfaatan lebih lanjut dapat dilakukan melalui proses ekstraksi terhadap bandotan, meskipun perlu proses industrialisasi karena proses ekstraksi rumahan akan memerlukan biaya besar dan kurang efektif. Ini membuka potensi pemanfaatan A. conyzoides dalam skala industri.
Tim Penulis: Catur Anggraini ; Devi Sukmaguphyta ; Muhammad Rizky Alfianto ; Muhammad Sultan Zalfa Al Fahd ; Ratu Salsabila Atrakusuma ; Sapta Hermawan | Editor: Nurma Wibi Earthany