ZERO WASTE: UNGKAP POTENSI LIMBAH PENGOLAHAN SAWIT DAN CARA PEMANFAATANNYA
ZERO WASTE: UNGKAP POTENSI LIMBAH PENGOLAHAN SAWIT DAN CARA PEMANFAATANNYA
Tanaman kelapa sawit, sebagai salah satu jenis tanaman perkebunan, menempati peran sentral dalam sektor pertanian dan perkebunan Indonesia. Perkembangannya yang pesat menjadikan kelapa sawit sebagai komoditas unggulan.
Pengelolaan lahan optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit perlu mempertimbangkan tiga faktor utama, yaitu kondisi lingkungan, sifat fisik lahan, dan sifat kimia tanah atau kesuburan tanah. Tanaman kelapa sawit yang ditanam di perkebunan komersial menunjukkan pertumbuhan yang optimal pada suhu berkisar 24 sampai 28 derajat Celsius.
Penting untuk memperhatikan sifat fisik dan kimia tanah dalam upaya mencapai hasil maksimal dalam budidaya kelapa sawit, termasuk struktur tanah yang baik dan ketersediaan drainase yang memadai (Aisyah et al., 2010).
Kelapa sawit, sebagai komoditas perkebunan, memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia sebagai salah satu penyumbang devisa non-migas yang signifikan. Produk olahan dari kelapa sawit, khususnya minyak kelapa sawit, memiliki beragam manfaat dan digunakan dalam industri minyak goreng, minyak industri, bahan bakar, kosmetik, dan farmasi.
Pertumbuhan luas perkebunan kelapa sawit yang besar akan diikuti oleh volume ekspor yang tinggi, sejalan dengan terus meningkatnya permintaan global terhadap minyak sawit. Hal ini menjadikan pasar ekspor kelapa sawit selalu terbuka lebar, memberikan potensi keuntungan yang substansial (Susilawati dan Supijatno, 2015).
Peningkatan proses industri kelapa sawit berimplikasi pada peningkatan volume limbah yang dihasilkan. Limbah dari kelapa sawit, yang mengandung tingkat bahan organik yang tinggi, memerlukan penanganan yang tepat untuk mencegah pencemaran lingkungan.
Limbah hasil pemrosesan kelapa sawit terdiri dari limbah padat dan cair. Tandan kosong, cangkang, dan serat (fiber) adalah jenis limbah padat yang dihasilkan dalam proses tersebut (Haryanti et al., 2014). Tandan kosong dari pemrosesan kelapa sawit memiliki potensi sebagai sumber biomassa selulosa.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Gaol et al. (2013) berhasil mengkonversi tandan kosong kelapa sawit menjadi selulosa asetat yang banyak digunakan dalam industri tekstil sebagai serat, filter rokok, bahan plastik, lapisan kertas, membran, dan sejumlah aplikasi lainnya.
Selain itu, tandan kosong dapat dimanfaatkan sebagai pupuk atau media tanam dengan penambahan EM4 (Effective Microorganism) untuk meningkatkan kandungan nitrogen, fosfor, dan kalium. Cangkang buah dan serat banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler di pabrik pengolahan kelapa sawit.
Meskipun demikian, penggunaan tersebut mengakibatkan timbulnya limbah turunan, seperti abu boiler. Pembuangan abu boiler secara berkelanjutan dapat menyebabkan pencemaran air dan tanah. Sebuah penelitian oleh Pa, et al. (2016) menunjukkan bahwa abu boiler memiliki kandungan silika yang tinggi, sehingga saat ini banyak dimanfaatkan oleh industri sebagai bahan baku ekstraksi silika.
Proses pengolahan kelapa sawit menghasilkan limbah cair yang dikenal sebagai Palm Oil Mill Effluent (POME). POME memiliki warna kecoklatan dan konsistensi yang kental, dengan komposisi mencakup air sebanyak 95 sampai 96 persen, minyak sebanyak 0,6 sampai 0,7 persen, dan total padatan sekitar 4 sampai 5 persen, yang didominasi oleh kandungan BOD dan COD yang sangat tinggi.
Pembuangan POME secara langsung dapat mengakibatkan endapan limbah, menyebabkan kekeruhan air, menghasilkan bau yang tajam, dan berpotensi merusak ekosistem (Ilmannafian, et al., 2021).
Limbah cair dari kelapa sawit dapat diubah menjadi pupuk cair organik melalui proses fermentasi dengan menggunakan larutan Effective Microorganism 4 (EM4), yang merupakan campuran mikroorganisme yang bermanfaat. Penambahan EM4 pada limbah cair kelapa sawit diharapkan dapat meningkatkan kandungan Nitrogen, Fosfor, dan Kalium (Kurniawan, et al., 2022).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mirnandaulia, et al. (2019), POME, ketika terurai di kolam limbah dan dibiarkan mengalami proses pembusukan secara alami, menghasilkan biogas dengan kandungan utama gas metana (CH₄) mencapai 62 persen. Gas ini terbentuk melalui proses perombakan senyawa organik secara anaerobik. Dengan kandungan energi metana sebesar 35,7 megajoule per meter kubik, jika dikonversi menjadi listrik sebesar 10 kilowatt jam per meter kubik dengan asumsi efisiensi kelistrikan sekitar 38 persen, maka terdapat potensi untuk menghasilkan energi listrik.
Berdasarkan hasil penelitian Mirnandaulian, et al. (2019), potensi energi listrik yang dapat dihasilkan dari limbah cair kelapa sawit sebagai alternatif pembangkit listrik, dengan mempertimbangkan nilai COD minimum dan maksimum, berkisar antara 287.321,192 kilowatt jam per tahun hingga 430.981,75 kilowatt jam per tahun.
Tim Penulis: Fat Khiyatul Ila ; Jeannina Cahyo Rani ; Muhamad Ramdhan ; Rafi Chandra Priandana ; Shinta Setyowati ; Thomas Hani Heston ; Yudhi Tegar Julianto | Editor: Nurma Wibi Earthany