WEBINAR SERIES #TNCTALKSE02: PENANGKAPAN IKAN TERUKUR, MENYELAMI OPINI UNTUK KESEJAHTERAAN NELAYAN INDONESIA
WEBINAR SERIES #TNCTALKSE02: PENANGKAPAN IKAN TERUKUR, MENYELAMI OPINI UNTUK KESEJAHTERAAN NELAYAN INDONESIA
“Tanggung jawab untuk penangkapan ikan terukur berkelanjutan merupakan tanggung jawab dan kepentingan kita bersama, termasuk seluruh pemangku kepentingan dalam bentuk perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi yang matang.”
DIGITANI.IPB.AC.ID, BOGOR – Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 50/KepmenKP/2017, sekitar 38 persen Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (WPP NKRI) mengalami overfishing dan 44 persen lainnya berada dalam status fully-fishing.
Hal tersebut disebabkan oleh penangkapan ikan yang tidak terkendali dan tidak memperhatikan kelestarian sumber daya ikan serta lingkungannya. Kondisi ini mendorong diperlukannya kebijakan penangkapan ikan yang terukur.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2023, Penangkapan Ikan Terukur (PIT) merupakan penangkapan ikan yang terkendali dan proporsional yang dilakukan di zona wilayah PIT. Kebijakan PIT juga bertujuan untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan serta mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional melalui pengaturan kuota penangkapan ikan.
Kebijakan PIT telah dianalisis dari berbagai sudut pandang, mulai dari masyarakat umum hingga pemerintahan. Namun, pandangan tersebut perlu dipertimbangkan secara kolaboratif dengan melibatkan berbagai pihak, seperti civitas akademika, pembuat kebijakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta nelayan di Indonesia, terkait dengan kesiapan mereka dalam menerima dan menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur.
Hal tersebut mendorong Tani dan Nelayan Center (TNC) IPB University untuk bertindak sebagai fasilitator dalam memaparkan pandangan dan harapan nelayan terkait penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur melalui Webinar Series #TNCTalksE02.
TNC IPB University mengadakan Webinar Series #TNCTalksE02 dengan tema “Penangkapan Ikan Terukur: Menyelami Opini untuk Kesejahteraan Nelayan di Indonesia” pada Selasa (2/4) melalui Zoom Meeting dan live streaming YouTube.
Webinar ini menghadirkan narasumber dari berbagai pihak, seperti Dr. Tb Haeru Rahayu, A.Pi, M.Sc (Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI); Ono Surono, ST (Anggota DPR RI Komisi IV), dan Prof. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si (Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB University).
Selain itu, TNC IPB University menghadirkan nelayan dari Provinsi Aceh, Provinsi DKI Jakarta, dan Provinsi Maluku untuk menanggapi materi yang disampaikan oleh para narasumber berdasarkan data dan keadaan yang dialami para nelayan di lapangan.
Prof. Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc, selaku Kepala TNC IPB University, menyampaikan dalam sambutannya bahwa webinar ini diadakan untuk memperingati Hari Nelayan Nasional yang jatuh pada tanggal 6 April mendatang. Selain itu, webinar ini juga merupakan wujud apresiasi terhadap kerja keras dan pengorbanan para nelayan Nusantara dalam menyediakan asupan protein yang bergizi bagi bangsa Indonesia.
“Dalam rangka menyambut Hari Nelayan Nasional, TNC IPB University bertekad untuk mendorong agar penerapan PP No. 11 Tahun 2023 tentang penangkapan ikan terukur dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran para nelayan, terutama nelayan kecil,” ujar Prof. Hermanu.
Hal ini selaras dengan sambutan Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria, S.P., M.Si, yang menyatakan bahwa IPB University sangat memerhatikan dan menaruh harapan yang besar bahwa konsep Agromaritim 4.0 yang digagas dapat merespon tantangan dalam mengoptimalkan sumber daya Indonesia dalam rangka peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
“Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia baik di daratan, lautan maupun kehutanan menjadi salah satu latar belakang perlunya agromaritim sebagai fokus pembangunan Indonesia, khususnya sektor kelautan. Sektor kelautan merupakan salah satu sektor yang sangat prospektif sebagai sumber investasi baru (blue economic),” ujar Prof. Arif Satria.
Prof. Arif Satria juga menyampaikan bahwa keberadaan TNC IPB University di tengah masyarakat diharapkan dapat berperan sebagai penghubung untuk menyebarkan riset dan inovasi yang dihasilkan oleh seluruh civitas akademika kepada masyarakat. Ia berharap bahwa IPB Digitani yang dikelola oleh TNC IPB dapat menjadi salah satu sarana untuk memfasilitasi pencapaian tujuan tersebut.
Penerapan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur di Indonesia
Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, yang diwakili oleh Wawi Suroso, S.Pi., M.E (Kapokja Tata Perizinan KKP), menyampaikan materi tentang relaksasi kebijakan selama masa transisi pelaksanaan penangkapan ikan terukur di Indonesia.
Pada materinya, Wawi memulai dengan mengungkap realitas penangkapan ikan di Indonesia, mencakup jumlah dan ukuran kapal, serta tata kelola perikanan nasional terkait perizinan kapal yang diatur dalam PP 5 Tahun 2021, penarikan PNBP SDA perikanan yang diatur dalam PP 88 Tahun 2021, dan tata kelola perikanan nasional terkait penangkapan ikan terukur yang diatur dalam PP 11 Tahun 2023.
Selain itu, Wawi juga membahas perkembangan tata kelola perikanan nasional secara rinci, termasuk perbandingan PNBP SDA perikanan tangkap sebelum dan setelah produksi, kuota dan perizinan penangkapan ikan, pembagian zona penangkapan ikan terukur, serta relaksasi PIT selama masa transisi.
“Relaksasi masa transisi bukan berarti berhenti transformasi,” menurut Wawi, “melainkan digunakan dengan optimal untuk mempererat sinergi, memperkuat sosialisasi dan pendampingan, menghindari miss informasi, menyusun langkah yang lebih sistematis, memperkuat sarana dan prasarana hingga memitigasi hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, butuh sinergi dan kolaborasi pemangku kepentingan untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia,” lanjutnya.
Prof. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si, selaku Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB University, menyampaikan pandangan tentang pembangunan perikanan berkelanjutan terkait kebijakan penangkapan ikan terukur yang awalnya direncanakan untuk diterapkan pada tahun 2024 namun perlu direlaksasi hingga tahun 2025 di Indonesia.
“Tanggung jawab untuk penangkapan ikan terukur berkelanjutan merupakan tanggung jawab dan kepentingan kita bersama, termasuk seluruh pemangku kepentingan dalam bentuk perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi yang matang,” ujar Prof. Tri.
Ono Surono, S.T. dalam presentasinya lebih banyak mengkritisi tujuan pemberlakuan kebijakan PIT di Indonesia. “Kebijakan penangkapan ikan terukur sebenarnya bertujuan untuk pengaturan pengelolaan ikan berkelanjutan demi nelayan kecil atau hanya untuk peningkatan pendapatan negara”, ungkap Ono Surono.
Dari berbagai hal yang disampaikan oleh narasumber lain mengenai relaksasi kebijakan PIT, Ono Surono lebih banyak memberikan masukan terkait konsep penerapan PIT yang didasarkan pada kedaulatan, kesejahteraan, dan keberlanjutan. Ketiga pilar ini harus memperhitungkan karakteristik masyarakat Indonesia dalam merujuk pada metode penyusunan kebijakan yang akan diimplementasikan, di mana pelaku usaha menjadi pusat perhatian dan tidak hanya dianggap sebagai objek.
Tanggapan Nelayan dalam Penerapan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur di Indonesia
Zulfitrah, seorang nelayan dan pengusaha muda di bidang perikanan, menyampaikan pandangannya dari Desa Lampulo, Provinsi Aceh, bahwa materi yang disampaikan oleh para narasumber masih terlalu mengedepankan sudut pandang dari atas. Sementara itu, para nelayan sebagai tulang punggung perikanan masih mengalami kesulitan dan tekanan dalam mencari nafkah. Para pejabat di daerah perikanan seharusnya turun ke lapangan untuk melihat secara langsung tantangan hidup yang dihadapi oleh nelayan dan ABK di Aceh.
“Ketika Anak Buah Kapal (ABK) nelayan tidak melaut, maka tidak ada penghasilan lain. Sedangkan, efek PIT yang diberlakukan di Aceh, bagi hasil yang tadinya berlebih sekarang menjadi berkurang dengan adanya PIT. Selain itu, ketika nelayan belum balik modal selepas melaut, para nelayan tetap harus bayar BNPB ke pemerintah,” ungkap Zulfitrah.
Sependapat dengan Zulfitrah, Danu Waluyo selaku nelayan dari Cilincing, Provinsi DKI Jakarta menyampaikan permasalahan yang sama di wilayahnya. Selain itu, permasalahan limbah industri yang dihadapi oleh para nelayan DKI Jakarta menjadi permasalahan utama di sana, karena dengan adanya limbah tersebut, membuat biota laut menjauh dari perairan bahkan hingga menimbulkan kematian.
“Banyak nelayan yang beralih profesi dari nelayan untuk menjadi pemulung, ada pula nelayan yang harus sampai menggadaikan TV agar dapur tetap ngebul. Para nelayan berharap mendapatkan metode baru untuk teknik dan penangkapan ikan yang lebih baik, jangan hanya membuat kebijakan yang malah semakin menyusahkan hidup kami para nelayan,” ungkap Danu Waluyo.
La Tohia, seorang nelayan dari Kecamatan Tehoru, Provinsi Maluku, mengajukan pertanyaan mengenai dampak kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) terhadap kesejahteraan nelayan kecil, khususnya di area zona 714. Dengan diberlakukannya kebijakan PIT, wilayah penangkapan ikan (WPP) 714 dilarang memasang rumpon dan tidak diberikan kuota, karena kini WPP 714 telah ditetapkan sebagai wilayah konservasi.
La Tohia juga mengajukan permohonan agar pemerintah dapat mempermudah proses perizinan penempatan rumpon. “Mungkin bagi para pejabat, proses perizinan dianggap mudah, namun bagi kami nelayan kecil di Maluku, pengurusan surat izin sangatlah sulit,” ujar La Tohia, “kami dihimbau untuk mematuhi semua peraturan pemerintah, termasuk memiliki legalitas TDKP untuk mendapatkan izin kapal 1 GT, namun proses pengurusannya sangatlah sulit,” lanjutnya.
Nelayan dari Provinsi Maluku telah melakukan langkah-langkah seperti pembuatan logbook, tidak membuang sampah ke laut, serta melindungi ikan yang dilindungi. Ini sudah sejalan dengan penerapan kebijakan PIT di daerah Maluku. Namun, nelayan dari Provinsi Maluku tetap membutuhkan dukungan pemerintah dalam menyosialisasikan peraturan dan kebijakan yang telah dibuat.
Dr. Roza Yusfiandayani, S.Pi, selaku Wakil Kepala Tani dan Nelayan Center IPB University yang juga bertindak sebagai moderator dalam webinar hari ini, menyampaikan harapannya bahwa dalam relaksasi kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT), nelayan dapat ditempatkan sebagai pihak yang terdepan dalam penyediaan protein ikan dan pelaku usaha pusat, bukan hanya sebagai objek, demi kebaikan bersama.
Penulis: Luna Lukvitasari | Editor: Nurma Wibi Earthany