Artikel

MASYARAKAT ADAT: PAHLAWAN PENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI

IPB DIGITANI - TANI DAN NELAYAN CENTER IPB UNIVERSITY - MASYARAKAT ADAT: PAHLAWAN PENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI
Artikel / Perikanan / Pertanian

MASYARAKAT ADAT: PAHLAWAN PENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI

Ilustrasi Masyarakat Adat | Foto: Getty Image

Masyarakat adat di seluruh dunia, termasuk Indonesia, berperan penting dalam menjaga keanekaragaman hayati. Mereka hidup selaras dengan alam dan memiliki pengetahuan mendalam tentang ekosistem di sekitarnya, yang telah diwariskan turun-temurun. Pengetahuan ini meliputi berbagai aspek, mulai dari praktik pertanian ramah lingkungan hingga cara-cara menjaga keseimbangan alam, yang menjadi bukti kekayaan budaya dan ekologi masyarakat adat.

Dengan menjaga tanah leluhur mereka, masyarakat adat bukan hanya melindungi wilayah hidupnya, tetapi juga berkontribusi besar pada pelestarian ekosistem penting bagi keberlanjutan kehidupan di bumi. Mereka memahami bahwa keseimbangan alam adalah kunci bagi kehidupan yang berkelanjutan, dan praktik-praktik mereka terbukti dapat mendukung pelestarian flora dan fauna. Sebagai ujung tombak dalam perlindungan lingkungan, masyarakat adat memainkan peran penting di tengah ancaman kerusakan akibat aktivitas industri dan perubahan iklim.

Pelindung Hutan dan Keanekaragaman Hayati

Di Kepulauan Bangka Belitung, hutan-hutan adat berfungsi sebagai benteng terakhir yang menjaga keanekaragaman hayati, sumber air, dan ketahanan pangan lokal. Di sana, masyarakat adat seperti Suku Mapur mempertahankan bukit-bukit yang dianggap sakral. Bukit-bukit itu mereka anggap sebagai bagian penting dari warisan budaya dan lingkungan hidup mereka. Sayangnya, status hutan adat ini belum diakui negara, meski masyarakat telah menerapkan aturan adat yang berfungsi sebagai perlindungan de facto. Hutan-hutan ini bukan hanya penting secara budaya, tetapi juga menjadi habitat bagi spesies yang terancam punah.

Dengan itu, masyarakat adat menjaga sebagian besar keanekaragaman hayati. Penelitian O’Bryan pada 2021 yang dipublikasikan oleh Conservation Biology menunjukkan, bahwa sekitar 60% dari 4.460 spesies mamalia berada di lahan masyarakat adat. Spesies yang terancam punah, sekitar 47%, bergantung pada tanah adat untuk habitat mereka. Masyarakat adat di Indonesia mengelola 30,1 juta hektar wilayah adat, namun baru 16% diakui secara hukum. Tanpa pengakuan resmi ini, wilayah adat masih rentan terhadap ancaman penebangan liar dan aktivitas industri yang merusak.

Masyarakat adat mengintegrasikan pemeliharaan lingkungan dalam tradisi dan praktik sehari-hari. Contohnya adalah seperti ritual nujuh jerami di Bangka, yang dilakukan Suku Mapur sebagai ungkapan syukur atas panen, menunjukkan bagaimana mereka menghargai hubungan antara manusia dan alam. Selain itu, aturan adat seperti hutan larangan melindungi kawasan hutan dari eksploitasi berlebihan. Hutan larangan di Bangka Belitung yang dijaga oleh komunitas lokal menjadi contoh penting bagaimana masyarakat adat menerapkan prinsip keberlanjutan jauh sebelum adanya kebijakan konservasi modern.

Tantangan Pengakuan dan Pendanaan

Di COP 16 CBD di Cali, Kolombia, masyarakat adat menyerukan pengakuan penuh atas wilayah dan peran mereka dalam konservasi. Namun, Indonesia dan Brasil menolak proposal pendanaan langsung untuk masyarakat adat dan komunitas lokal, menekankan bahwa dana harus dikelola oleh pemerintah nasional. Hal ini menjadi kendala bagi masyarakat adat yang membutuhkan akses langsung untuk melestarikan wilayah mereka. Mereka membutuhkan pengakuan dan dukungan nyata untuk dapat menjaga hutan dan keanekaragaman hayati dengan lebih efektif.

Padahal, sebuah penelitian memperkirakan masyarakat adat mengelola lebih dari 38 juta kilometer persegi tanah di seluruh dunia. Luas tersebut mewakili seperempat dari permukaan bumi yang berpenghuni. Wilayah ini meliputi sekitar 40% dari kawasan lindung daratan yang ekosistemnya masih utuh. Tanah adat yang dikelola secara berkelanjutan terbukti memberikan kontribusi besar dalam tujuan konservasi.

Masyarakat adat adalah pahlawan yang berjuang di garis depan dalam melindungi keanekaragaman hayati dunia. Pihak terakit perlu menghargai kontribusi ini dengan memberikan hak kepemilikan tanah dan dukungan penuh. Hanya dengan pengakuan yang nyata, peran masyarakat adat dalam menjaga keanekaragaman hayati dapat terus berlanjut.

Penulis: Rahel Azzahra | Editor: Rahel Azzahra

Tanya Pakar

powered by Advanced iFrame. Get the Pro version on CodeCanyon.