Artikel

CARDINAL FISH, IKAN ENDEMIK SULAWESI TENGAH

IPB DIGITANI - TANI DAN NELAYAN CENTER IPB UNIVERSITY - CARDINAL FISH, IKAN ENDEMIK SULAWESI TENGAH
Artikel / Biota Air Tawar dan Laut / Perikanan

CARDINAL FISH, IKAN ENDEMIK SULAWESI TENGAH

Pemanfaatan biota hias secara umum merupakan sumber devisa dan penghidupan, bagi nelayan maupun pihak-pihak yang terlibat dalam rantai perdagangan. Salah satu jenis ikan yang diperdagangkan dalam jumlah besar adalah cardinal fish atau ikan kardinal banggai.

Wilayah pesisir perairan Indonesia merupakan salah satu kawasan paling produktif di dunia. Letak geografis yang berada di wilayah tropis, menjadikan perairan Indonesia memiliki temperatur yang hangat sepanjang tahun. Letak geografis perairan Indonesia yang berada di kawasan global Indo-Pasifik sudah dikenal dengan kekayaan dan keanekaragaman hayatinya.

Sebagian besar kekayaan sumber daya pesisir perairan Indonesia, terutama kelompok ikan, telah terdata karena banyak spesies ikan menghuni perairan tropis. Selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan protein, ikan juga banyak diminati sebagai biota hias.

Habitat dan Penyebaran Ikan Kardinal Banggai

Dalam buku berjudul “Ikan Capungan Banggai (Pterapogon kauderni) sebuah catatan bioekologi dan introduksi” dijelaskan, ikan kardinal banggai atau yang disebut banggai cardinal fish (BCF) merupakan salah satu jenis ikan yang termasuk dalam famili Apogonidae. Habitat asalnya yaitu di wilayah perairan Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah.

Ikan kardinal banggai ini merupakan ikan endemik Indonesia yang sebarannya sangat terbatas, tepatnya hanya terdapat di perairan Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah), lebih tepatnya di wilayah Kabupaten Banggai Laut dan Kabupaten Banggai Kepulauan, serta sejumlah kecil populasi di bagian ujung barat Kabupaten Kepulauan Sula (Maluku Utara). Di daerahnya, ikan ini dikenal dengan nama Bibisan (Bahasa Banggai) atau Bebese Tayung (Bahasa Bajo).

Ikan kardinal banggai merupakan komoditas ekspor sejak tahun 1980-an. Pada awal tahun 2000-an, diperkirakan sebanyak 50.000 ekor ikan kardinal banggai setiap bulannya. Ikan ini diperdagangkan ke luar negeri melalui Manado dan Bali.

Semakin luasnya jaringan perdagangan ikan hias ini, menyebabkan jumlah tersebut terus meningkat. Luas jaringan perdagangannya melalui Palu, Makassar, Kendari, Surabaya, dan Jakarta. Transportasi perdagangan ikan hias ini memungkinkan terjadinya introduksi ikan ke beberapa perairan di Indonesia, seperti Palu, Kendari, Ambon, Bitung, Ternate, dan Bali.

Dampak dan Pengelolaan Ikan Kardinal Banggai

Kian hari, laporan ditemukannya ikan ini di lokasi baru menunjukkan bahwa sulit mencegah terjadinya introduksi atau pemindahan spesies ikan ke lingkungan baru di luar wilayah asalnya. Tingginya kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan rendahnya pemahaman tentang dampak negatif introduksi di luar habitat endemiknya menjadikan aktivitas introduksi di lokasi baru semakin sulit untuk dihindarkan.

Sebaran habitat merupakan salah satu dampak dari aktivitas perdagangan maupun kepentingan lain. Menjadikannya penting untuk diketahui kaitannya dengan status endemik ikan ini. Informasi terkini mengenai berbagai aspek menjadi penting dan sangat dibutuhkan sebagai acuan dalam menentukan rekomendasi mengenai upaya pengelolaan secara tepat dari pihak Scientific Authority kepada Management Authority secara khusus, dan umumnya kepada masyarakat luas.

Penulis: Rosita Sandagang | Editor: Rahel Azzahra

Tanya Pakar

powered by Advanced iFrame. Get the Pro version on CodeCanyon.