BIOSAKA: ELISITOR ALAMI DARI INDONESIA
BIOSAKA: ELISITOR ALAMI DARI INDONESIA
Pada tahun 2024, istilah “go green” tidak lagi menjadi hal yang asing di kalangan masyarakat maupun industri. Dalam industri pertanian yang sangat terkait dengan alam, konsep “Go Green” menjadi fokus perhatian utama. Dalam konteks ini, pertanyaan muncul, apakah Anda pernah mendengar istilah “biosaka”? Jika belum, mari kita simak apa sebenarnya yang dimaksud dengan biosaka.
Biosaka, secara terminologi, merupakan gabungan dari dua kata “biologi” dan “soko alam”, yang bermakna ‘dari alam akan kembali lagi ke alam’. Terdengar filosofis, bukan? Namun, jika kita telaah lebih dalam, makna kata tersebut menjadikan biosaka menjadi primadona di kalangan masyarakat, terutama di industri pertanian. Mengapa demikian? Biosaka berperan sebagai elisator, yakni ‘suatu bahan yang merangsang pertumbuhan tanaman’.
Proses pembuatan biosaka pun sangat sederhana, hanya dengan mencampur daun-daunan atau rerumputan dari minimal 5 tanaman berbeda ke dalam air. Kemudian, ramuan tersebut diremas hingga homogen, dan cairan hasil pencampuran ini disebut sebagai biosaka yang siap digunakan dengan cara disemprot.
Biosaka, yang terbuat dari dedaunan dan air, telah menarik perhatian dalam dunia pertanian, terutama bagi para petani dengan modal terbatas untuk perawatan tanaman. Popularitasnya tercermin melalui munculnya berbagai grup komunitas di media sosial, seperti Facebook, yang aktif dalam menyebarkan pengetahuan tentang biosaka.
Selain itu, banyak situs pemerintah juga menyediakan informasi mengenai biosaka. Meskipun biosaka diklaim “mampu meningkatkan produktivitas tanaman hingga 90 persen”, banyak orang menganggapnya sebagai alternatif yang serupa dengan pupuk industri yang umum digunakan.
Liputan dari media berita besar, seperti Metro TV, Republika, dan Liputan6, juga telah meningkatkan popularitas biosaka. Namun, penting untuk dicatat bahwa biosaka sebenarnya adalah elisator untuk tanaman, bukan pupuk.
Biosaka sebagai Elisitor Alami
Seperti yang dijelaskan dalam judulnya, biosaka bukanlah pupuk melainkan hanya “elisitor”. Dilansir oleh BBPKH Cinagara, klaim bahwa biosaka dapat menggantikan penggunaan pupuk hingga 90 persen masih belum terbukti secara ilmiah.
Sebuah tim peneliti dari IPB University yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Mitfahudin, MSi dari Departemen Biologi dan sepuluh akademisi lainnya telah melakukan penelitian menyeluruh mengenai hal ini pada bulan Maret yang lalu.
Hasil kajiannya menyimpulkan bahwa klaim mengenai biosaka tersebut masih memerlukan bukti ilmiah yang lebih kuat. Bahkan, penelitian tambahan menunjukkan bahwa “pemberian biosaka tanpa pupuk justru menghasilkan hasil yang paling rendah,” yang menunjukkan bahwa biosaka tidak dapat dianggap sebagai alternatif yang setara dengan pupuk.
Jika dilihat dari berbagai aspek, terutama ketersediaan bahan yang mudah, proses pembuatan yang sederhana, dan kemampuan untuk dilakukan oleh siapa pun, biosaka menjadi pilihan banyak petani. Namun, penting untuk diingat bahwa biosaka “BUKANLAH PUPUK” melainkan hanya merupakan tambahan ekstra untuk tanaman. Oleh karena itu, ketika menggunakan biosaka, penggunaan pupuk lainnya juga tetap diperlukan untuk mencapai hasil panen yang berkualitas.
Penulis: Imra Atun Helmi ; Miftah Izdaini Aillah ; Muhammad Angga Saputra ; Muhammad Ricky Damara ; Nisa Lelita Fadilah | Editor: Nurma Wibi Earthany