POTENSI LIMBAH MINYAK SAWIT SEBAGAI PLASTICIZER ATAU BIOPLASTIK RAMAH LINGKUNGAN
POTENSI LIMBAH MINYAK SAWIT SEBAGAI PLASTICIZER ATAU BIOPLASTIK RAMAH LINGKUNGAN
Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan limbah kelapa sawit yang signifikan. Minyak kelapa sawit, sebuah minyak nabati yang berasal dari tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq), telah menjadi komoditas yang luas dikonsumsi di seluruh dunia.
Produksi minyak kelapa sawit dianggap sebagai pendorong utama deforestasi, yang berkontribusi pada serangkaian masalah lingkungan yang serius. Oleh karena itu, perlu dilakukan produksi minyak kelapa sawit dengan memperhatikan aspek lingkungan dan komunitas di sekitar lahan tersebut.
Salah satu langkah yang dapat diambil adalah pengelolaan limbah kelapa sawit yang timbul dari proses produksi dan pengolahan minyak kelapa sawit. Jutaan ton limbah kelapa sawit yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit setiap tahunnya perlu dimanfaatkan secara optimal agar dapat memberikan nilai tambah bagi industri kelapa sawit di Indonesia.
Limbah kelapa sawit dapat berupa limbah padat, limbah cair, dan limbah gas, yang semuanya masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, pakan ternak, pupuk, bahan industri, biogas, listrik, dan sebagainya. Selain itu, limbah tersebut memiliki potensi untuk digunakan dalam produksi berbagai produk oleokimia, termasuk plasticizer atau bioplastik.
Plasticizer (pemlastis) adalah zat yang ditambahkan pada suatu bahan agar lebih fleksibel dan mudah diproses dengan meningkatkan sifat mekaniknya, memberikan nilai tambah pada plastik yang diproduksi.
Sedangkan, bioplastik merupakan jenis plastik yang terbuat dari bahan nabati sehingga ramah lingkungan dan dapat terurai secara hayati. Bioplastik terbuat dari bahan alami yang bersifat terbarukan, menjadikannya alternatif menjanjikan dibandingkan plastik tradisional yang menggunakan bahan baku fosil.
Penggunaan sumber terbarukan untuk produksi biopolimer dapat mengurangi limbah dari bahan baku berbasis fosil dan memberikan alternatif yang ramah lingkungan serta dapat terurai secara alamiah. Para peneliti telah mencari cara untuk mendaur ulang limbah ini, termasuk penggunaannya sebagai bahan pembuat plastik untuk bioplastik.
Junthip, et al. (2022) telah melakukan penelitian terkait pemanfaatan minyak sawit bekas yang dimodifikasi, atau modified used palm oil (mUPO), untuk pembuatan plasticizer baru berbasis limbah guna busa pati anti lengket dan termoplastik. Penambahan mUPO ini dianggap mampu memberikan dampak langsung terhadap sifat mekanis busa pati, meningkatkan kekerasan dan daya tahan benturan hingga sekitar tiga kali lipat lebih tinggi.
Selain itu, mUPO mampu mengurangi penyusutan sebesar 21,77 persen dan penyerapan air sebesar 1,73 persen. Hasil kajian morfologi juga menunjukkan bahwa mUPO dapat menurunkan viskositas busa. Oleh karena itu, mUPO yang merupakan turunan dari limbah dapat menjadi green plasticizer yang ramah lingkungan untuk aplikasi pada busa pati.
Contoh lain pengembangan plasticizer berbasis minyak sawit untuk berbagai polimer plastik yang umum digunakan, salah satunya polivinilklorida (PVC). Lim, et al. (2015) menemukan bahwa minyak sawit dapat dimanfaatkan sebagai co-plasticizer untuk meningkatkan daya tarik plastik PVC.
Sebagai bio-plasticizer, produk turunan dari pengolahan minyak sawit memiliki potensi besar karena dianggap lebih aman bagi kesehatan dan lingkungan. Pemlastis ini dianggap non-toksik, dapat terurai secara alamiah, tahan panas, stabil, terbarukan, dan lebih ramah lingkungan.
Selain digunakan dalam jumlah kecil, limbah dari pengolahan minyak sawit juga dapat dimanfaatkan untuk membuat plastik, yang lebih dikenal dengan istilah bioplastik. Limbah tandan buah kelapa sawit dianggap berpotensi sebagai bahan baku pembuatan biodegradable film dan kemasan ramah lingkungan karena mengandung hemiselulosa.
Hemiselulosa adalah biopolimer alami yang berasal dari bahan terbarukan seperti polisakarida dan protein. Biopolimer ini memiliki potensi besar sebagai alternatif dari polimer berbasis minyak bumi yang tidak terbarukan dan juga terkait dengan biaya produksi yang lebih ekonomis serta kemampuan terurai secara alamiah (Weerasooriya, et al., 2020). Dengan mendaur ulang limbah dan meningkatkan sifat bioplastik, penelitian semacam ini dapat membantu mengurangi dampak lingkungan dari produksi dan pembuangan plastik.
Tim Penulis: Fat Khiyatul Ila ; Jeannina Cahyo Rani ; Muhamad Ramdhan ; Rafi Chandra Priandana ; Shinta Setyowati ; Thomas Hani Heston ; Yudhi Tegar Julianto | Editor: Nurma Wibi Earthany