PEMANTAPAN REGULASI POLA TANAM, GERAKAN TANAM SEREMPAK DAN TEKNIK JAJAR LEGOWO DI KAB. BOJONEGORO (Bagian 2)
PEMANTAPAN REGULASI POLA TANAM, GERAKAN TANAM SEREMPAK DAN TEKNIK JAJAR LEGOWO DI KAB. BOJONEGORO (Bagian 2)
Baca sebelumnya Bagian 1 dan selanjutnya Bagian 3
Pada tahun 2013 sektor pertanian di Kabupaten Bojonegoro memang harus berbenah. Kelemahan yang perlu diperhatikan dalam peningkatan produktivitas padi saat ini adalah:
- Luas areal tanaman padi hampir tiap tahun terus tergerus, meskipun angka pastinya belum dilakukan survei terbaru, namun beberapa pihak meyakini bahwa luas tanaman dalam satu tahun hanya berkisar di bawah 100 ribu hektar. Jumlah lahan untuk Areal Blok Cepu saja sebesar 750 hektar, belum termasuk kawasan baru seperti areal Jambaran, Lapangan Sukowati dan pemukiman baru (Badan Pertanahan Nasional Bojonegoro melalui media online “Halo Bojonegoro”).
- Keterbatasan tenaga kerja khususnya buruh tani untuk menanam, memelihara dan memanen tanaman pangan, menjadi permasalahan terbaru seiring dengan munculnya industrialisasi minyak dan industri kreatif di Bojonegoro. Angkatan muda pedesaan yang diharapkan meneruskan generasi petani sebelumnya, saat ini banyak beralih menjadi buruh pabrik, buruh migas, buruh hotel dan resto serta menekuni industri kreatif baru.
- Keterbatasan infrastruktur pertanian dan alat-mesin pertanian. Infrastruktur seperti pembangunan JITUT/JIDES berperan penting menjamin ketersediaan air irigasi persawahan, jika sumber air lestari, saluran air terkoneksi dengan baik maka penyeragaman pola tanam akan lebih mudah dilakukan. Ketersediaan mesin penanam seperti Rice Transplanter akan memudahkan gerakan tanam serempak dengan populasi tanam mendekati jajar legowo dan pindah tanam padi muda. Sedangkan ketersediaan mesin pemanen Combine Harvester akan memudahkan gerakan panen serempak dengan losses dibawah 1%, sehingga sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi.
- Keterbatasan kemampuan dalam menghadapi dampak anomali iklim seperti bencana alam (banjir/kekeringan) serta gangguan bahkan eksplosi Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).
- Keterbatasan personil petugas lapang pendamping petani. Kehadiran penyuluh di tengah petani adalah representasi kehadiran dan kepedulian pemerintah terhadap petani. Keberadaan penyuluh menjadi penting dalam proses mengajak, merubah pengetahuan, keterampilan dan sikap petani untuk meningkatkan produksinya. Revitalisasi penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan yang dimulai sejak tahun 2006 dengan dikeluarkannya UU No.16 tahun 2006 tentang SP3K sampai saat ini belum menyentuh pada komitmen 1 (satu) desa, 1 (satu) penyuluh berstatus penyuluh pemerintah (PNS). Padahal, UU No 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah seharusnya mampu memberikan kewenangan pada daerah untuk mengusulkan tambahan formasi penyuluh, akan tetapi jumlah formasi yang diusulkan hanya berdasarkan analisis jabatan (Anjab) dan analisis beban kerja (ABK) yang salah satu parameternya adalah Jam Kerja Efektif. Jika usulan pengadaan tenaga penyuluh hanya berdasarkan Anjab dan ABK, tanpa memperhatikan semangat revitalisasi pertanian, maka selamanya akan terbaca bahwa tenaga petugas pendamping lapang sudah mencukupi padahal kenyataannya di lapang masih kurang.
Kelebihan yang ada sekarang untuk menjaga produksi padi Kabupaten Bojonegoro di masa mendatang adalah:
- Culture dan semangat petani Bojonegoro sampai saat ini masih tinggi dan kooperatif;
- Telah terbentuk kelembagaan petani mulai dari tingkat kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi dari tingkat kecamatan hingga nasional (KTNA, HKTI, dll) yang memungkinkan akses informasi pasar dan alih teknologi lebih cepat;
- Komitmen Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam “membangun pertanian” yang sangat kuat. Hal ini perlu diimbangi dengan komitmen “membangun petani” Bojonegoro sebagai subjek pembangunan melalui peran penyuluh pertanian;
- Peran Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan dan Pos Penyuluhan Desa (dengan atau tanpa gedung sendiri) yang masih berkomitmen kuat untuk melaksanakan fungsinya;
- Sarana produksi pertanian cukup tersedia hingga tingkat desa;
- Jika ditata dengan tepat, kondisi alam Kabupaten Bojonegoro mendukung Bojonegoro sebagai lumbung pangan.
Beberapa faktor penunjang perbaikan kedepan untuk memastikan produktivitas padi mantab tinggi adalah sebagai berikut:
- Komitmen Pemkab. Komitmen Pemerintah Kabupaten Bojonegoro untuk “membangun pertanian” berkelanjutan ramah lingkungan dan “membangun petani” Bojonegoro, karena sejatinya petani tidak butuh target melainkan butuh komitmen;
- Manajemen Sumber Daya Alam. Sumber Daya Alam Kabupaten Bojonegoro sangat sesuai untuk pengembangan tanaman padi. Dengan tata kelola infrastruktur yang berkelanjutan dan adanya regulasi untuk melindungi kelestarian alam seperti regulasi pemanfaatan air irigasi sesuai pola tanam dan regulasi perlindungan terhadap alih fungsi lahan produktif, maka produksi pangan Bojonegoro akan tetap terjaga;
- Perbaikan Cara Tanam. Dengan semakin menyempitnya luas lahan, maka peningkatan produksi dengan mendorong peningkatan produktivitas mutlak dilakukan melalui peningkatan populasi tanam dalam satu hamparan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara merubah jarak tanam padi dari sistem tegel menjadi jajar legowo. Cara tanam jajar legowo 2:1 terbukti mampu meningkatkan produktivitas sebesar 4%-11% dibanding tegel 25cm x 25cm, sedangkan jajar legowo 4:1 terbukti bisa meningkatkan populasi tanaman dari 250.000 rumpun menjadi 600.000 rumpun (pengalaman di Desa Bangilan, Kecamatan Kapas);
- Pemantapan Pola Tanam dan Waktu Tanam. Anomali iklim memicu timbulnya eksplosi OPT. Oleh karena itu pemantapan penerapan pola tanam sesuai anjuran dan usaha untuk melakukan tanam serempak akan berdampak positif dalam mengendalikan siklus hidup OPT sehingga eksplosi mampu dihindari. Pemantapan pola tanam dapat terwujud jika ada kesadaran pelaku utama (petani) yang ditunjang dengan infrastruktur dan alsintan, namun demikian aplikasi mekanisasi pertanian harus linier dengan pengurangan jumlah tenaga kerja, bukan semata untuk menggantikan tenaga kerja yang masih ada. Pendataan dan pemberdayaan buruh tani yang masih ada perlu dilakukan untuk diberikan pelatihan/kursus tani, agar terbentuk regu tanam padi jajar legowo serta diperlukan pemberdayaan buruh tani agar mampu membentuk regu panen;
- Penerapan Cyber Extension, akan memungkinkan petani dan penyuluh mampu berbagi informasi kisah sukses berusaha tani dengan cepat dan menyenangkan. Kesuksesan di suatu daerah mampu diadopsi oleh daerah lain, sehingga terjadi pemerataan kesuksesan. Apa yang tersaji dalam “cybex” mampu dipantau oleh pemerintah sehingga menghasilkan kebijakan yang tepat, cepat dan transparan;
Regulasi Penunjang Keberhasilan
Berdasarkan Pasal 2, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2010, tentang Usaha Budidaya Tanaman, usaha budidaya tanaman diselenggarakan untuk mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan, menyediakan bahan baku industri, meningkatkan pemberdayaan pendapatan dan kesejahteraan petani, mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja, meningkatkan perlindungan budidaya tanaman dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam atau fungsi lingkungan hidup serta memberikan kepastian usaha dalam budidaya tanaman.
Pasal 19, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2010, tentang Usaha Budidaya Tanaman, mewajibkan Bupati/Walikota (pemerintah daerah) untuk membina, mengatur, melayani, membimbing dan mengawasi kegiatan usaha budidaya tanaman untuk diarahkan dalam rangka peningkatan produksi, mutu, nilai tambah, serta efisiensi penggunaan lahan dan sarana produksi, tentunya juga termasuk alokasi kecukupan air irigasi.
Pasca terjadinya eksplosi serangan wereng batang coklat pada tahun 2011, dalam upaya mengamankan produksi gabah/beras nasional serta antisipasi dan respon cepat untuk menghadapi kondisi iklim ekstrim, maka keluarlah Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011, tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim, yang mengistruksikan kepada Bupati/walikota melaksanakan tindakan-tindakan pengamanan produksi gabah/beras.
Memperhatikan PP 18/2010 dan Inpres No. 5 tahun 2011 tersebut maka wajar kiranya jika Pemerintah Kabupaten Bojonegoro mengeluarkan sebuah regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah yang mengatur tentang Upaya Peningkatan Produktivitas dan Pengamanan Produksi, yang didalamnya mengatur dengan tegas tentang pola tanam, jadwal tanam dan cara tanam spesifik lokasi, mengingat ketiga hal ini berkaitan erat dengan siklus hidup Organisme Pengganggu Tumbuhan yang mengancam keamanan produksi gabah/beras.
Oleh: Yuseriza Anugerah Leksana (Disampaikan Dalam Kegiatan Temu Teknis Penyuluh Pertanian Kabupaten Bojonegoro. Senin, 30 Desember 2013)