SERBA-SERBI BUDIDAYA PETAI YANG MENGUNTUNGKAN
SERBA-SERBI BUDIDAYA PETAI YANG MENGUNTUNGKAN
Petai (Parkia speciosa), tanaman khas yang tumbuh di dataran rendah, merupakan pohon berkayu dengan ketinggian mencapai 30 meter. Tajuk pohonnya yang sangat terbuka menjadikannya sangat cocok untuk sistem pertanian tumpangsari. Sistem tumpangsari yaitu budidaya dua jenis tanaman atau lebih pada lahan yang sama. Bahkan dalam sistem monokultur sekalipun, lahan di bawah tegakan petai dapat dimanfaatkan untuk menanam tanaman semusim tanpa mengurangi produktivitas petai.
Meskipun begitu, tidak semua tanaman semusim dapat ditanam dibawah pohon petai. Pohon singkong menjadi tanaman semusim yang harus dihindari. Ini dikarenakan singkong dapat mengurangi produktivitas pohon petai. Sebaliknya, kacang tanah menjadi pilihan yang baik karena tanaman ini dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui proses fiksasi nitrogen langsung dari udara. Meskipun begitu, tanaman lain seperti keladi dan empon-empon kurang menguntungkan karena produktivitasnya sangat rendah di bawah tegakan petai.
Budidaya Petai Menggunakan Benih Okulasi
Selain tumpangsari, teknik okulasi dalam budidaya petai telah berkembang, dan benih okulasi dengan batang atas dari klon unggul kini banyak diproduksi, terutama di wilayah Jawa Tengah dan Lampung. Idealnya, benih yang akan ditanam di lapangan sudah memiliki tinggi sekitar 1,5 meter. Pohon petai yang ditanam dari benih okulasi ini biasanya mulai berbuah antara 3 hingga 4 tahun setelah tanam.
Pohon petai memiliki masa produktivitas selama 20 hingga 25 tahun, setelah itu produktivitasnya akan menurun, dan proses pemanenan menjadi lebih sulit. Oleh karena itu, peremajaan tanaman petai menjadi penting untuk menjaga hasil produksi yang optimal.
Di Thailand, para petani petai sengaja memangkas pohon petai secara teratur agar tingginya hanya mencapai 4 hingga 6 meter. Pemangkasan ini bertujuan untuk memudahkan perawatan, terutama dalam hal pembungkusan buah dan pemanenan. Pembungkusan buah sangat penting dalam budidaya petai, terutama untuk mencegah serangan ulat pada biji yang dapat merusak kualitas buah, terutama jika buah petai akan diekspor.
Komoditas Beraroma Khas
Buah petai memiliki aroma yang sangat tajam, bahkan konsumsi petai dapat menyebabkan urin seseorang memiliki aroma yang khas. Aroma kuat ini menjadikan petai sebagai komoditas yang cukup kontroversial, mirip dengan durian. Ada konsumen yang sangat menyukai petai, namun di sisi lain, ada juga orang yang sangat tidak menyukai aromanya. Meskipun demikian, petai masih lebih unggul dibandingkan durian karena buah petai tidak mengeluarkan aroma menyengat sebelum dikonsumsi.
Setiap buah petai terdiri dari 4 hingga 8 papan, dengan masing-masing papan berisi belasan biji. Bagi mereka yang menyukai petai, aroma kuat ini justru menjadi daya tarik tersendiri, menjadikannya salah satu komoditas penting di berbagai daerah di Indonesia dan Asia Tenggara.
Budidaya petai memiliki potensi yang cukup besar, terutama jika dilakukan dengan teknik yang tepat seperti tumpangsari dan penggunaan benih okulasi unggul. Meski aromanya yang tajam membuat petai menjadi komoditas yang kontroversial, permintaan pasar tetap tinggi, terutama dari kalangan penggemar petai. Dengan manajemen yang baik, pohon petai dapat terus memberikan hasil yang optimal selama bertahun-tahun, menjadikannya pilihan menarik bagi petani di berbagai daerah.
Penulis: Rusli Yaisa | Editor: Rahel Azzahra