MUSIM TANAM PADI TIBA – MEWASPADAI ANCAMAN WERENG BATANG COKLAT
MUSIM TANAM PADI TIBA – MEWASPADAI ANCAMAN WERENG BATANG COKLAT
Bulan Desember 2014 ini sebagian besar daerah di Pulau Jawa sudah memasuki musim hujan, Kegembiraan petani dan pendampingnya tentuny ikut tumbuh dengan harapan keberhasilan pada musim tanam ini. Kegembiraan dan optimisme memang perlu, namun tetap harus disertai kehati-hatian akan potensi ancaman bagi petani pada musim hujan ini. Ancaman potensial yang berada didepan mata bagi petani di Jawa adalah WBC (wereng batang coklat). Pengamatan Klinik Tanaman IPB di berbagai tempat di Bogor, Karawang, Subang, Indramayu, Tegal, Cilacap, Klaten, Madiun menunjukkan adanya populasi WBC awal yang bisa meluas.
Penyebab ledakan wereng coklat
Berbagai teori banyak yang menjelaskan penyebab ledakan wereng coklat, namun hingga kini yang paling diterima adalah rentannya ekosistem sawah karena penggunaan pestisida yang tinggi (insektisida, fungisida, bakterisida dan herbisida). Sebagai informasi 70% petani padi menggunakan pestisida yang tidak untuk padi, apalagi konsentrasi dan cara aplikasinya. Sebagai gambaran piretroid merupakan kelompok insektisida yang paling banyak digunakan kstisida yang digunakan petani padi, walaupun sebenarnya dilarang untuk padi karena potensinya menimbulkan resurjensi (hama berkembang dengan populasi yang lebih bear setelah aplikasi) WBC. Selain ringkihnya ekosistem sawah, lemahnya tanaman padi akibat pemupukan Kalium yang jauh di bawah normal juga turut berkontribusi.
Tindakan
1. Mengenali sawah/daerah yang berpotensi terserang wereng coklat
Langkah praktis pertama bagi petani dan petugas pertanian/penyuluh/dinas adalah mengenali daerahnya apakah beresiko terserang wereng batang coklat. Berdasarkan pengalaman Klinik Tanaman IPB sawah/daerah yang beresiko tinggi terkena wereng batang coklat adalah:
– Terserang wereng batang coklat di musim sebelumnya
– Berbatasan dengan sawah/daerah yang terserang wereng coklat baik musim berjalan maupun musim yang lalu
– Sawah yang airnya sulit dikeringkan atau cenderung kelebihan air
– Daerah/Sawah dengan penggunaan pestisida yang tinggi
2. Melakukan langkah-langkah pencegahan seperti mengembalikan jerami/memperbanyak aplikasi bahan organik agar musuh alami datang lebih awal dan lebih melimpah, pemupukan Kalium yang cukup, bio-imunisasi dengan PGPR, air diusahakan agar tidak tergenag terus. Agens hayati Beauveria/Verticillium diaplikasi ke padi mulai 1 MST.
3. Pengolahan tanah dari awal traktor awal sampai tanam jangan terlalu cepat, kalau bisa minimal 1 minggu utk memberikan kesempatan predator berkembang
3. Tidak menggunakan pestisida – paling tidak hingga 4 MST
4. Untuk daerah yang benar-benat gawat, harus dilakukan monitoring/pengamatan 3 hari sekali. Jadi sistem pengamatan rutin seminggu sekali tidak bisa diandalkan. Pengamatan idealanya dilakukan petani sendiri– dengan memberikan laporan ke POPT setempat sehingga bisa diambil tindakan pengendlaian skala kawasan. Monitoring 3 hari sekali perlu untuk memonitor kapan terjadi penetasan telur wereng. Nimfa wereng coklat yang baru menetas (kecil-kecil-putih). Pada saat telur WBC menetas saat itu bisa dilakukan aplikasi buprofezin dengan dosis yag tepat. WBC stadia yang lebih besar atau WBC dewasa relatif tahan terhadap insektisida.
Langkah langkah di atas– seperti yang sudah tertulis pada poster di website Cybex ini, hanya ditambahkan monitoring
intensif, berdasarkan pengalaman penulis, bisa menyelamatkan tanaman padi walupun ditanam di daerah outbreak WBC. Insya Allah.
Mudah Mudahan bermanfaat
Penulis: Suryo Wiyono