MENCUCI TANGAN SUDAH DIAJARKAN SEBELUM PANDEMI COVID-19
MENCUCI TANGAN SUDAH DIAJARKAN SEBELUM PANDEMI COVID-19
SARS-CoV-2 (Novel Coronavirus) merupakan patogen penyakit Covid-19. Pandemi ini telah mengajarkan kita banyak hal, terutama pentingnya menjaga kebersihan. Kali ini kami akan mengulas balik suatu tradisi yang diwarsikan leluhur kita, yang semestinya
Sebagian dari kalian yang tinggal di kampung, khususnya suku jawa. Tentu kalian tidak asing dengan beberapa pantangan yang sering diutarakan nenek, kakek, ibu, bapak, hingga bibi ataupun tetangga. “jangan makan di depan pintu”, “jangan nyapu malam-malam”, “jangan duduk di atas bantal”, “jangan menjahit tengah malam”. Dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal pantangan itu telah mengakar dan secara turun temurun di ajarkan ke anak cucu kita. Bagi anak kecil mungkin hal tersebut sangat menakutkan. Tanpa tau makna sebenarnya, mereka mengindahkan pantangan tersebut karena takut akan hal buruk menimpa jika melanggarnya. Setelah dewasa biasanya setiap anak baru memahami makna yang tersirat dari wejangan tersebut.
Di tengah pandemi ada satu wejangan yang terus terngiang di pikiran saya yaitu tentang kebiasaan membersihkan semua barang setelah melayat maupun kewajiban membasuh tangan serta kaki setelah bepergian. Dulu semasa saya kecil, teriakan tetangga yang meminta tolong mengambilkan seperangkat alat pembersih diri, sangat aneh menurut saya.
Dari kasus tersebut dapat di pelajari bahwa setiap kebiasaan yang diajarkan nenek moyang pasti ada sebab-akibat, yang mungkin terlalu rumit untuk diceritakan. Setelah melayat, kita tidak tau musibah apa yang menimpa saudara kita yang sudah tiada. Bukannya berburuk sangka, sudah sewajarnya membersihkan diri adalah tindakan preventif yang sangat baik. Setelah bepergian kita tak tau apa saja yang telah hinggap di tubuh kita. Untuk keluarga tercinta, kita pastikan mereka aman dari benda yang tak kasat mata yang mengikuti kita. Di tengah pandemi ini, hal tersebut sangat layak untuk diterapkan. Kebersihan sebagian dari iman sudah tidak asing bagi kita umat muslim.
Entah bagaimana awalnya ada wejangan seperti itu. Buku apa yang menjadi pedoman nenek moyang kita? Bukankah mereka kebanyakan buta huruf? Kita generasi yang sangat dimudahkan dalam berbagai hal, mengapa kita sulit mengindahkan apa yang semestinya menyelamatkan?
Nenek moyang kita telah mewariskan kebiasaan yang sangat bagus, mengapa sulit rasanya di zaman sekarang ini untuk menerapkannya. Akankah tongkat estafet wejangan tersebut tersampaikan ke generasi selanjutnya dari kita kaum milenial?