PEMICU PERKEMBANGAN VIRUS KUNING PADA CABAI (BAGIAN 2)
PEMICU PERKEMBANGAN VIRUS KUNING PADA CABAI (BAGIAN 2)
Virus Gemini pada cabai ditularkan secara alami oleh kutu kebul (Bemisia tabaci) secara persisten. Virus bersifat transovarial yang berarti dapat diturunkan dari imago B. tabaci ke telurnya. Selain itu, virus dapat dideteksi pada setiap tahap perkembangan vektor. Betina B. tabaci lebih efisien menularkan virus daripada jantan. Kapasitas transmisi menurun seiring dengan usia serangga. Masa inkubasi virus hingga gejala pertama muncul adalah 15-29 hari. Virus bereplikasi dan membentuk protein di dalam sel tanaman menggunakan ATP tanaman inang. Terjadi perubahan fisiologi tanaman berupa peningkatan aktivitas protein anaplerotik, peningkatan laju fotosintesis dan peningkatan kandungan pati. Setelah proses replikasi selesai, laju fotosintesis akan menurun karena terjadinya induksi dan degradasi dinding sel floem. Semakin cepat proses perkembangan dan penyebaran virus di dalam sel tanaman, gejala sistemik muncul semakin cepat dan tingkat keparahan semakin tinggi.
Vektor penyakit ini, kutu kebul (B. tabaci), banyak ditemukan di negara tropis dan subtropis. Pada wilayah bertipe iklim muson tropis termasuk Indonesia, virus ini dapat berkembang dengan baik. Tingkat insidensi dan keparahan penyakit kuning di pertanaman dipengaruhi oleh populasi kutu kebul. Populasi kutu kebul yang tinggi berbanding lurus dengan tingginya intensitas penyakit virus kuning di pertanaman. Populasi kutu kebul meningkat saat curah hujan rendah, namun saat curah hujan tinggi insidensi penyakit rendah. B. tabaci optimum berkembang pada suhu sekitar 32,5ºC dengan kelembaban 80–85%. Lama siklus hidup kutu kebul dapat berbeda tergantung biotipenya.
Pada pertanaman cabai B. tabaci biotipe B memiliki kisaran siklus hidup 33,27 hari, sedangkan B. tabaci biotipe non-B siklus hidupnya 30,86 hari. Siklus hidup kutu kebul B. tabaci biotipe B lebih panjang dua hari dibandingkan dengan biotipe non-B. B. tabaci biotipe B memiliki kemampuan berkembang biak yang lebih tinggi, populasinya berkembang 2 kali lebih cepat dibandingkan dengan B. tabaci non-B. B. tabaci biotipe B memiliki potensi yang dapat menyebabkan kerusakan lebih besar pada tanaman cabai dibandingkan dengan biotipe non-B.
Penyakit kuning virus Gemini pada cabai secara alami ditularkan oleh vektor kutu kebul (Bemisia tabaci). Angin memengaruhi penyebaran virus karena dapat membantu kutu kebul menyebar lebih jauh. Virus Gemini pada cabai tidak dapat menular secara mekanis (gesekan tanaman sakit dengan tanaman sehat) ataupun terbawa benih. Selain melalui vektor, penyakit diketahui dapat menular melalui penyambungan. Di pertanaman cabai, virus dapat berasal dari tanaman inang lain yang berada di sekitar pertanaman.
B. tabaci merupakan serangga polifag yang memiliki kisaran tanaman inang yang sangat luas, termasuk tanaman inang yang merupakan inang virus Gemini, salah satunya gulma babadotan (Ageratum conyzoides) yang sering ditemukan di pertanaman cabai. Tanaman dari Famili Asteraceae dan Euphorbiaceae merupakan inang dengan kelimpahan populasi B. tabaci paling tinggi. Virus Gemini, khususnya Genus Begomovirus, memiliki kisaran inang yang sangat luas dari berbagai famili, yaitu Amaranthaceae, Chenopodiaceae, Compositae, Convolvulaceae, Cruciferae, Euphorbiaceae, Geraniaceae, Leguminosae, Malvaceae, Orobanchaceae, Plantaginaceae, Primulaceae, Solanaceae, Umbelliferae, dan Urticaceae. Virus PYLCV dan TYLCV yang sering ditemukan pada cabai memiliki kisaran inang utama tanaman Famili Solanaceae, seperti tanaman tomat, cabai, dan terung. Adanya tanaman inang lain di pertanaman cabai mempermudah penyebaran virus ini.
Penyakit virus kuning cepat berkembang pada kondisi curah hujan rendah dan cuaca cenderung panas. Insidensi penyakit banyak terjadi pada musim kemarau, baik di pembibitan maupun pertanaman. Populasi kutu kebul yang tinggi menyebabkan intensitas penyakit juga tinggi. Beberapa teknik budi daya yang memengaruhi dan menjadi pemicu perkembangan penyakit, antara lain:
• Kurangnya pengelolaan intensif saat pembibitan. Pengelolaan yang kurang intensif saat pembibitan menyebabkan tanaman terinfeksi sejak bibit. Bibit yang sakit akan menjadi reservoir (sumber) virus di pertanaman.
• Kurangnya sanitasi gulma. Gulma dapat menjadi inang alternatif virus Gemini, seperti gulma babadotan yang sering ditemukan di pertanaman cabai. Tingginya populasi gulma menyebabkan sumber virus semakin banyak, sehingga intensitas penyakit di pertanaman semakin tinggi.
• Waktu tanam yang tidak serempak. Waktu tanam yang tidak serempak menimbulkan populasi kutu kebul selalu tinggi karena tanaman inang selalu tersedia.
• Penggunaan benih tidak sehat. Benih yang tidak sehat atau mutu benih yang kurang menyebabkan tanaman yang dihasilkan memiliki pertumbuhan yang lemah. Tanaman yang lemah lebih rentan terserang hama dan penyakit.
• Tanaman kekurangan air dan unsur hara. Tanaman yang tumbuh dengan kondisi kekurangan air dan hara menyebabkan pertumbuhan yang tidak maksimal dan vigor tanaman terlihat lemah. Tanaman yang lemah lebih rentan terserang hama dan penyakit.
Penulis: Widodo, Hermanu Triwidodo, dan Niky Elfa Amanatillah | Editor: Exciyona Adistika